twitter
rss

Oleh
Upik Khoirul Abidin

Abstrak
Pendidikan merupakan media untuk mendidik manusia dalam mengembangkan, mengasah, dan memaksimalkan potensi yang ada di dalam dirinya. Namun senyatanya terkadang dalam prosesnya tidak sedikit manusia menjadi lupa dengan tujuan pendidikan. Terlebih karena adanya pengaruh globalisasi yang begitu dekat dengan kehidupan manusia. Ketika ia sudah dapat memaksimalkan potensi-potensi tersebut (menjadi manusia yang pintar), justru banyak yang menyalahgunakan kepandaian tersebut. Misalnya,orang yang pintar membuat bom justru digunakan untuk memusnahkan orang lain, gedung, bahkan untuk menghancurkan Negara lain. Hal ini dikarenakan dalam pencapain  kepintaran/kepandaian tersebut belum dibarengi dengan tubuhnya dan berkembangnya moral atau akhlaknya, sehingga tidak heran jika banyak oran pintar yang belum menggunakan kepintarannya untuk kemaslakhatan. Dengan mempelajari filsafat pendidikan islam diharapkan bisa menjadi solusi kesenjangan tersubut, sehingga perkembangan intelektual dan moral atau akhlak dapat berjalan beriringan menuju pribadi manusia yang sempurna (ulul albab). Sebab ruang lingkup filsafat pendidikan ilsam memiliki kedalaman pembahasan atau dapat dikatakan sebagai sejatineng pendidikan.
Kata kunci: Filsafat, Pendidikan Islam, Sejatineng Pendidikan.

Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban suatu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa bahkan tingkat sosial mereka. Ilmu pengetahuan merupakan jawaban dari pertanyaan dalam bidang pendidikan. Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikanya suatu bangsa. Yang mana tujuan pendidikan nasional tersebut termuat dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional bahwa sistem pendidikan Nasional dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan Pancasila. bahkan suatu bangsa menjadi kuat, perkasa dan berjaya serta menguasai bangsa-bangsa lain jika sistem pendidikannya kuat dan berkualitas. Maka dari itu pendidikan nasional dan filsafat harus terbina mantap demi tegaknya martabat dan kepribadian bangsa yang berdasarkan UUD 1945.
Untuk mencapai hal tersebut, dapat ditempuh melalui proses belajar, karena segala sesuatu yang berkaitan dengan segala kemampuan manusia tidak terlebas dari hasil belajarnya. Kata belajar tidak dapat dijauhkan dari kata pendidikan, karena melalui pendidikan yang mana pendidikan mempunyai pengertian usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari sini dapat dimaknai bahwa pendidikan hadir untuk membuat manusia berhati lembut, berbudi luhur, saling mengasihi antar sesama, serta mampu dan mau menghargai dirinya sendiri dan orang lain tanpa membeda-bedakan golongan.
Pedidikan dapat dikatan seperti organisme yang terus berkembang menuju pada kesempurnaan searah dengan perkembangan jamannya. Pendidikan bukan merupakan komponen yang berdiri sendiri, melainkan banyak komponen yang melekat padanya, seperti pendidik atau guru, peserta didik, kurikulum, dan sarana prasarana. Oleh kerana itu, komponen-komponen ini saling berkaitan untuk meciptakan pendidikan yang mendidik. Misalnya, komponen pendidik; jika dalam proses belajar mengajar komponen ini tidak terpenuhi bisa jadi pembelajaran tidak berjalan maksimal, sebab guru merukan ujung tombak atau sebagai alat utama untuk mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik; begitu ironi jika komponen ini tidak ada, karena peserta didik merupakan target utama dalam pendidikan. Selanjutnya sarana prasarana; meskipun berbagai pendapat ada yang mengatakan bahwa sarana prasana yang kurang memadai masih bisa dilaksanakan proses belajar mengajar, namun komponen ini sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Sekolah yang memiliki sarana prasana yang baik dapat dipastikan akan jauh berbeda kualitas keluarannya dengan sekolah yang sarana prasarananya rendah. Komponen berikutnya yang sangat urgen adalah kurikulum.
Komponen-komponen di atas dapat dikatakan sebagai bagian dari ruang lingkup filsafat pendidikan islam, yang mana ketika dipelajari, dipahami secara mendalam tentunya dapat mengantarkan manusia untuk mendapatkan pendidikan yang benar-benar mendidik , sehingga antara perkembangan intelektual dan moralnya dapat berjalan beriringan menuju pribadi insane ulul albab.
Filsafat Sebagai Dasar Filosofis Pendidikan.
Istilah filsafat tentunya sudah tidak asing lagi kedengarannya, apalagi di dunia akademisi dapat dikatakan sebagai menu utama. Istilah ini dipergunanakan di dalam berbagai konteks, misalnya filsafat Negara, filsafat hidup, filsafat hukum, filsafat yunani, filsafat india, filsafat jawa, filsafat islam, filsafat pendidikan dan lain sebagainya. Lantas sebenarnya apa pengertian filsafat itu sendiri sehingga filsafat dapat melekat pada istilah-istilah lainya dan bagaimana pengaruhnya, misalnya ketika filsafat melekat pada istilah pendidikan (filsafat pendidikan)? Apakah hanya bersifat teoritik dan jauh dari kehidupan manusia ataukah sebaliknya? Beberapa pertanyaan-pertanyaan mendasar ini dapat digunakan sebagai langkah awal untuk menjelaskan pengertian filsafat dan bagaiman hubungannya ketika melekat pada istilah lain.
Dalam bahasa Indonesia kata  filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua suku kata, Philein yang artinya cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, dengan demikian filsafat artinya cinta kebijaksanaan. Cinta dapat diartikan sebagai hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Sedangkan kebijaksanaan memilik artian kebenaran yang sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi dapat ditarik benang merah bahwa filsafat dari segi kata artinya adalah hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
Namun demikian secara umum filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahauan yang menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran sejati. Dalam hal ini berarti filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang hakekat. Ilmu pengetahaun yang menanyakan hakekat atau sari pati atau subtansi dari sesuatu tersebut. Sehingga jawaban yang diberikan dari cara tersebut adalah kebenaran yang hakiki. Lebih jauh, filsafat memiliki peranan yang sangat signifikan terhadap disiplin ilmu lainya, misalnya perpaduan antara istilah filsafat dengan pendidikan (filsafat pendidikan). Ketika filsafat dikaitkan dengan pendidikan, berarti pembehasannya adalah apa yang disebut dengan pendidikan, hakekatnya, komponen-komponennya, serta bagaimana pendidikan yang mendidik? Tidak berhenti pada pembahasan tersebut, lebih sempurna ruang lingkup filsafat pendidikan adalah mempelajari, memahami segala sesuatunya yang berkaitan dengan pendidikan. Menurut Yahya Qahar, filsafat pendidikan juga memiliki pengertian filsafat yang bergerak di lapangan pendidikan yang mempelajari proses kehidupan dan alternatif proses pendidikan dalam pembentukan watak, nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar pendidikan serta pandangan hidup, tujuan pendidikan, bagaimana seharusnya melihat manusia yang dididik, sistem dan praktek pendidikan, serta bahan pendidikan itu sendiri yang kiranya mampu membawa kepada pendidikan yang sempurna.
Setiap manusia pada dasarnya memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan potensi-potensi di dalam dirinya, baik potensi yang berkaitan dengan kemampuan utnuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan duniawi maupun kebutuhan ukhrawi. Tak ubahnya manusia muslim, yakni manusia yang beragama islam. Untuk memenuhi kebutuhan duniawi mendorong manusia sebagai hamba Allah untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan yaitu nilai-nilai islam. Kebutuhan ukhrawi mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang dengan Tuhanya, kebutuhana ini sekaligus menjadi dasar yang melahirkan berbagai usaha agar kegiatan ubudiyahnya senantiasa berada dalam nilai-nilai agamanya. Selanjutnya ketika kedua kebutuhan tersebut digabungkan akan mendorong manusia untuk menjadi dirinya sebagai hamba Allah yang utuh dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan, sekaligus menjadi penyemangat dalam melaksanakan atau pengamalan nilai-nilai agamanya. Yang mana untuk memenuhi kebutuhan-kebutahan tersebut juga tidak dapat lepas dari proses pendidikan yang memiliki tujuan sebagai perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup. Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah mencerdaskan potensi-potensi spiritual, intelektual, dan emosional setiap individu yang pada gilirannya berpengaruh terhadap masyarakat luas.
Lantas bagaimana jika istilah filsafat pendidikan dikaitkan dengan istilah islam sabagai alat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan di atas. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa kaitannya dengan filsafat adalah memahami hakekat sesuatu untuk mendapat kebenaran yang hakiki, dengan demikian filsafat pendidikan islam adalah mempelajari sedalam-dalamnya nilai-nilai pendidikan islam itu sendiri secara rasional, sistematis, mendalam, kritis, dan komprehensif. Yang mana pendidikan islam adalah usaha manusia dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) peserta didik melalui ajaran islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Kemampuan dasar atau potensi dinamis dalam diri manusia tersebut terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas), dan pengalamannya. Empat potensi ini menjadi tujuan fungsional pendidikan islam itu sendiri, oleh karena itu, potensi tersebut menjadi titik pusat dari lingkaran proses kependidikan islam sampai kepada tercapainya tujuan akhir pendidikan, yaitu manusia dewasa yang mukmin. Pendidikan Islam adalah usaha-usaha kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama Islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkat serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Allah yang berkepribadian demikian. Dari hal tersebut  Filsafat Pendidikan Islam adalah pemikiran mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam. Dengan demikian secara garis besar filsafat pendidikan menyumbangkan analisisnya kepada ilmu pendidikan islam tetang hakekat masalah secara rasional dan mengandung niai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses pendidikan.

Hakekat Komponen-Komponen Pendidikan
Pendidikan bukan merupakan komponen yang berdiri sendiri, melainkan banyak komponen yang melekat padanya, seperti pendidik atau guru, peserta didik, kurikulum, dan sarana prasarana. Oleh kerana itu, komponen-komponen ini saling berkaitan untuk meciptakan pendidikan yang mendidik
Kurikulum
Dalam pendidikan Islam kurikulum (manhaj) dimaknai sebagai jalan terang yang dilalui pendidik beserta peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Menurut Ali al-Khawli, pada hakikatnya kurikulum merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Kurikulum juga dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara filosofis pendidikan nasional melihat bahwa manusia Indonesia merupakan: makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya; makhluk individu dengan segala keunikan, hak dan kewajibannya; dan sebagai makhluk sosial dengan segala tangung jawabnya, yang hidup dalam masyarakat yang pluralistik, baik dari lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup, dan segi kemajuan di Negara Republik Indonesia yang berada di tengah-tengah masyarakat global yang terus berkembang dengan segala tantangannya. Sistem pendidikan nasional adalah sarana formal dalam membentuk manusia Indonesia yang seutuh (manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil, berbudi luhur, dan berkepribadian Indonesia).  Dan kaitannya untuk menjadikan peserta didik sebagai subjek yang tangguh, kreatif, unggul, mandiri, dan profesional, maka pembangunan dalam pendidikan nasional seharusnya melakukan penyempurnaan terus menerus baik yang berhubungan dengan kurikulum, format materi, sarana dan prasarana, maupun sistemnya. Karena kurikulum mencerminkan jati diri suatu lembaga pendidikan. Oleh karena itu perubahan dan pembaruan kurikulum harus mengikuti perkembangan. Tujuan kurikulum ini disusun adalah untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu menciptakan para lulusan yang menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
Menurut Al-Ghazali, bahwa kurikulum yang tepat untuk digunakan dalam pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Hadist, sebab kedua sumber ini memiliki kandungan ayat-ayat atau isi yang sangat besar untuk dijadikan pedoman hidup dan Al-Qur’an merupakan kitab suci bagi seluruh umat Islam. Dan sampai sekarang sangat banyak kita temui lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan Al-Qur’an dan Hadist. Menurut analisis  penulis, kedua pelajaran ini menjadi dasar dalam pembentukan akhlak bagi peserta didik yang mana hal ini tidak jauh berbeda dengan gagasan al-Ghazali tentang tujuan pendidikan Islam.
Beberapa poin di bawah ini merupakan karakteristik kurikulum pendidikan Islam: pertama; Mengutamakan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuannya, kandungan, metode, alat, dan tekniknya bercorak agama. Dalam hal ini bahwa segala sesuatu yang diajarkan dan diamalkan harus didasarkan pada Al-Qur’an, As-Sunnah dan juga ijtihad dari para ulama. Kedua; Memperhatikan bimbingan dan pengembangan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual. Ketiga; Bersikap seimbang di antara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang akan digunakan. Maksudnya bahwa ada keseimbangan antara kandungan di dalam kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran. Keempat;Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh peserta didik. Dan terakir; Kurikulum yang disusun terus menyesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik.
Secara filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh pendidikan dalam upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati. Nilai filosofis yang kemudian dijadikan sebagai landasan/ dasar filosofis pendidikan, memiliki makna bahwa kegiatan pendidikan itu harus bersumber pada pandangan hidup manusia yang paling mendasar. Oleh karena itu, di dalam landasan filosofis pendidikan ini hendaknya mengandung nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan dan manusia.

Pendidik
Pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, dan mensucikan hati peserta didik sehingga menjadi dekat dengan Sang Khaliq. Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau mushola, di rumah dan sebagainya. Guru memang menempati kedudukan terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabakan seorang guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa figur gurulah yang dapat mendidik peserta didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian  mulia. Guru hendaknya menjaga diri dari hal-hal yang dapat merendahkan martabatnya (muru’ah), tawadlu dan tidak tama’ terhadap harta dunia. Guru adalah sosok yang dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik, guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian peserta didik menjadi seseorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Seorang guru harus selalu meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan sikap yang baru dalam performa tugas kewajibannya. Karena  guru memiliki peran sentral dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk menciptakan output pendidikan yang berkualitas, dibutuhkan guru yang berkualitas dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan
Peserta didik
Dari segi bahasa peserta didik adalah peserta didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara istilah peserta didik adalah peserta didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta  sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan lain kata peserta didik adalah individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.
Dari pandangan pedagogis, manusia diartikan sebagai sejenis makhluk makhluk yang harus dididik atau makhluk yang harus diberikan ilmu pengetahuan. Sedangkan dari sudut pandang sosiologis makhluk yang memiliki watak dan memiliki kemampuan dasar yang dilengkapi dengan insting untuk hidup bermasyarakat, agar dalam kehidupan bermasyarakat ia bisa bergaul dan berteman. Sementara dari sudut pandang tauhid manusia adalah makhluk yang beragama. Dalam kaitannya hal ini jika dikontekkan pada peserta didik, mereka adalah makhluk yang fitrah sehingga tidak bisa lepas dari faktor lingkungkan, oleh karena itu ia perlu pengetahuan tentang agama agar ia berkembang dengan baik baik secara fisik dan psikologis dan bisa memanfaatkan lingkungannya dalam kebaikan bersama.
Sarana Prasarana
Sarana prasarana merupakan segala sesuatu yang dapat mendukun terjadinya proses belajar mengajar, baik berupa gedung maupun yang lainnya. Meskipun berbagai pendapat ada yang mengatakan bahwa sarana prasana yang kurang memadai masih bisa dilaksanakan proses belajar mengajar, namun komponen ini sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Sekolah yang memiliki sarana prasana yang baik dapat dipatikan akan jauh berbeda kualitas keluarannya dengan sekolah yang sarana prasarananya rendah.
Pendidikan Islam Sebagai Ruang Belajar.
Kata “belajar” merupakan kata yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita banyak melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan gejalah belajar, dalam arti mustahillah dapat melakukan kegiatan itu, kalau tidak belajar terlebih dahulu. Belajar juga tidak jauh dari kata “pendidikan”, karena melalui pendidikan yang mana pendidikan mempunyai pengertian usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari sini dapat dimaknai bahwa pendidikan hadir untuk membuat manusia berhati lembut, berbudi luhur, saling mengasihi antar sesama, serta mampu dan mau menghargai dirinya sendiri dan orang lain tanpa membeda-bedakan golongan.
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Berlov (1985) dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa “belajar” merupakan suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini diperoleh Skinner dari hasil eksperimennya yang menyimpulkan bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
Berbeda dengan Hintzman (1978) dalam bukunya The Psychology Of Learning And Memory, ia berpendapat bahwa “Learning is a chang in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Dari pendapat Hintzman ini dapat ditarik benang merah bahwa perubahan yang ditimbulkan dari proses belajar dapat dikatakan sebagai hasil belajar apabila perubahan tersebut mempengaruhi organismenya.
Belajar merupan peristiwa sehari-hari di sekolah dan merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas tersebut dapat kita lihat dari dua subyek, yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai proses, proses mental dalam menghadapi bahan pelajaran. Sedangkan dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal, maka dari sini kiranya baik siswa maupun guru sangat berkaitan atau mempengaruhi. Dalam peranannya guru dituntut untuk lebih kreatif dalam pengajarannya, terlebih dalam pendidikan islam, seorang pendidik memiliki peranan penuh dalam membentuk peserta didik menjadi manusia muslim seutuhnya.
Manusia sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk ciptaan-Nya tentunya memiliki nilai lebih, yakni akal pikiran dan akal ini selaklu bergolak dan fikir. Meskipun memiliki akal pikiran, manusia tidak bisa serta merta mampu memanfaat “keutamaannya” tersebut. Ia harus berusaha untuk memanfaatkan secara optimal anugerah itu, yakni melalui proses belajar.
Pada dasarnya manusia itu memiliki bebrapa hakekat, yakni pertama, manusia itu sebagai makhluk dwi tunggal, artinya anusia terdiri dari dua unsur, yaitu rohaniah dan jasmaniah. Kedua, manusia sebagai makhluk individu dan social, sabagai individu, ia mempunyai sifat-sifat yang kas, kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan untuk berkembang. Sebagai makhluk social, ia memiliki naluri untuk hidup bersama, berkelompok, bermasyarakat, tolong menolong dan lain sebagainya. Ketiga, manusia sebagai makhluk berketuhanan yang memiliki artian bahwa manusia mampu membedakan mana perbuatan yang baik dengan yang tidak. Untuk memaksimalkan hal di atas manusia perlu memupuknya dengan proses belajar, sehingga bisa dikatan bahwa dalam proses perjalanannya untuk menjadi lebih baik manusia tidak bisa terlepas dari proses belajar.
“Belajar” sangat penting bagi perkembangan manusia, karena perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Dengan belajar manusia terbebaskan dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, bahkan, karena kemampuan berkembang melalui belajar itu manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk hidupnya. Tidak hanya dalam perkembangannya arti penting belajar bagi manusia, belajar juga sangat penting bagi kehidupannya, belajar sangat memiliki andil dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antra bangsa-bangsa lainya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, juga tidak sedikit orang  pintar yang menggunakan kepintarannya untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan kehidupan orang tersebut.
Meskipun ada dampak negatif dari hasil belajar, kegiatan belajar lebih banyak memberi dampak positif. Karena dengan belajar, manusia tidak sekedar mengembangkan potensi-potensi yang telah dimiliki, melainkan lebih dari itu, misalnya, dengan Ilmu dan teknologi hasil belajar bisa mmebangun pertahanan dari penindasan, dari segi moral bisa bertingkah laku dengan baik dan bisa menghargai manusia di luar dirinya.
Berbagai Pandangan Terhadap Pendidikan Islam.
Banyak ulama-ulama besar atau tokoh-tokoh islam yang memiliki pandangan tersendiri bagi pendidikan islam, misalnya; al-Ghazali, Ibn Kaldun, M. Natsir, KH. Hasyim As’Ari dan lain sebagainya. Namun secara garis besar mereka dapat dikatakan memiliki persamaan dalam merumuskan tujuan pendidikan islam, yaitu membentuk manusia yang memiliki kepribadian muslim. Sedikit kita paparkan dari contoh pemikiran al-Ghazali dan M. Natsir.
Menurut pemikiran Al-Ghazali, pendidikan adalah merupakan sarana manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, sehingga dalam pembentukan kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dengan demikian, manusia dapat memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya dengan melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan alat penentu baik buruknya akhlak.
Dalam menempuh pendidikan, manusia (dalam kontek ini adalah peserta didik) harus memiliki rasa tawaduk atau sopan santun terhadap pendidik agar mendapat ilmu yang bermanfaat dan kemudahan menuntut ilmu. Ilmu yang pertama kali wajib dipelajari sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu Al-Qur’an dan Hadist, sebab kedua ilmu ini merupakan pondasi awal untuk mendapat keimanan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT semata agar kelak mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat yang mana hal ini merupakan gagasan dari tujuan pendidikan menurut al-Ghazali dan kedua ilmu tersebut sekaligus menjadi kurikulum yang sempurna bagi pendidikan islam.
Sedangkan menurut M. Natsir pendidikan adalah bagian dari kekuatan Umat Islam yang harus senantiasa dijaga, dipikirkan dan diberdayakan. Oleh karena itu kiranya ada beberapa tempat sebagai basis umat islam yang harus tetap dijaga, yaitu masjid, kampus, dan pesantren. Dan tempat-tempat tersebut sekaligus juga menjadi basis pendidikan untuk membangun kekuatan Islam, maka perlu diperhatikan dan dikembangkan. Karena pada dasarnya tujuan hidup adalah untuk mendekatkan diri pada-Nya, hal ini juga senada dengan wahyu Allah yaitu “Allah tidak aakan menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahnya”. Dari persepsi ini tak heran jika Natsir memiliki pandangan bahwa tujuan pendidikan islam harus mengarah kepada beberapa hal Pertama, pendidikan harus berperan sebagai sarana membimbing manusia agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna.  Kedua, pendidikan diarahkan untuk menjadikan peserta didik memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan mencapai akhlak yang sempurna. Ketiga, pendidikan harus berperan sebagai sarana menghasilkan menusia jujur dan benar ( bukan pribadi yang hipokrit ). Keempat, pendidikan agar berperan membawa manusia mencapati tujuan hidupnya, yaitu menjadi hamba Allah Swt. Kelima, pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam segala perilakunya selalu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Keenam, pendidikan harus benar-benar dapat meningkatkan sifat-sifat kemanusiaan bukan sebaliknya meniadakan atau berperilaku menyesatkan yang dapat merugikan orang lain dan lingkungan. Dan dari sini konsep pendidikan menurut Natsir lebih dikenal dengan Pendidikan Integral, yaitu pendidikan yang mengkolaborasikan antara ilmu umum dan ilmu agama.
Penutup
Banyak hal yang bisa dipetik setelah mempelajari filsafat pendidikan islam, karena cakupan pembahasannya begitu luas dan mendalam serta mencapai pada relung subtansi dari apa yang dibahasannya. Namun dapat di tarik menjadi beberapa bagian besar dari beberapa bab yang sudah dan telah dibahas. Pertama; secara garis besar dengan mempelajari filsafat pendidikan islam dapat kita ketahui bagaimana seharusnya menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar mampu mengantarkan peserta didik dengan segala fitrahnya menjadi manusia yang seutuhnya, peka terhadap dirinya, Tuhannya, dan lingkungannya (ulul albab). Kedua;   manusia (termasuk peserta didik) merupakan makhluk organisme yang terus berkembang, sehingga dalam perkembangannya diperlukan alat yang mampu mengarahkan pada perkembangan yang lebih baik. Dengan demikian pendidikan diharapkan mampu menjadi alat yang mampu mengarahkan perkembangan tersebut, misalnya kurikulumnya menyesuaikan dengan perkembangan jaman maupun   peserta didik dengan tidak keluar dari koridor hakekat kurikulum itu sendiri. Begitu juga dengan guru atau pendidik diharapkan mampu memahami subtansi tujuan pendidikan dan memahami peserta didiknya, sehingga ia mampu menjadi guru atau pendidik yang professional. Dan bagi peserta didik diharapkan  bisa menjadi peserta didik yang baik, mengetahui etika dalam menuntut ilmu, bertingkah laku terhadap guru, terhadap teman-temannya, serta terhadap dirinya sendiri. Ketiga; selain mengetahui beberapa hal di atas (hakikat pendidikan, kurikulum, guru atau pendidik, dan peserta didik), dengan mempelajari filsafat pendidikan islam juga diketahui beberapa pemikiran dari belbagai ulam atau tokoh muslim terhadap pendidikan islam, seperti pemikiran Ibnu Kaldun yang menitik beratkan bahwa seorang guru tidak boleh menggunakan kekerasan dalam mendidik peserta didik. Al-Ghazali, yang menilai bahwa pendidikan itu harus bertujuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga kurikulum yang sempurna adalah kurikulum yang bersandar pada Al-Qur’an dan Hadist. Dan M. Natsir yang mencoba mengkombinasikan antara ilmu umum dengan ilmu agama atau lebih dikenal dengan pendidikan integral. Karena menurutnya pendidikan itu harus memposisikan ilmu-ilmu tersebut memiliki kedudukan yang sama dan wajib untuk dipelajari.

0 komentar:

Posting Komentar