Oleh
Upik
Khoirul Abidin
Abstrak
Pendidikan merupakan media untuk mendidik manusia dalam mengembangkan,
mengasah, dan memaksimalkan potensi yang ada di dalam dirinya. Namun senyatanya
terkadang dalam prosesnya tidak sedikit manusia menjadi lupa dengan tujuan
pendidikan. Terlebih karena adanya pengaruh globalisasi yang begitu dekat
dengan kehidupan manusia. Ketika ia sudah dapat memaksimalkan potensi-potensi
tersebut (menjadi manusia yang pintar), justru banyak yang menyalahgunakan
kepandaian tersebut. Misalnya,orang yang pintar membuat bom justru digunakan
untuk memusnahkan orang lain, gedung, bahkan untuk menghancurkan Negara lain.
Hal ini dikarenakan dalam pencapain kepintaran/kepandaian
tersebut belum dibarengi dengan tubuhnya dan berkembangnya moral atau
akhlaknya, sehingga tidak heran jika banyak oran pintar yang belum menggunakan
kepintarannya untuk kemaslakhatan. Dengan mempelajari filsafat pendidikan islam
diharapkan bisa menjadi solusi kesenjangan tersubut, sehingga perkembangan
intelektual dan moral atau akhlak dapat berjalan beriringan menuju pribadi
manusia yang sempurna (ulul albab). Sebab ruang lingkup filsafat pendidikan
ilsam memiliki kedalaman pembahasan atau dapat dikatakan sebagai sejatineng
pendidikan.
Kata kunci: Filsafat,
Pendidikan Islam, Sejatineng Pendidikan.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu
usaha membina dan mewariskan kebudayaan,
mengemban suatu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu
bangsa bahkan tingkat sosial mereka. Ilmu
pengetahuan merupakan jawaban dari pertanyaan dalam bidang pendidikan. Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikanya suatu
bangsa. Yang mana tujuan pendidikan nasional tersebut termuat dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional bahwa sistem pendidikan Nasional dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat
pendidikan Pancasila. bahkan suatu bangsa menjadi kuat, perkasa dan
berjaya serta menguasai bangsa-bangsa lain jika
sistem pendidikannya kuat dan berkualitas. Maka dari itu pendidikan nasional dan filsafat harus
terbina mantap demi tegaknya martabat dan kepribadian bangsa yang berdasarkan
UUD 1945.
Untuk
mencapai hal tersebut, dapat ditempuh melalui proses belajar, karena segala
sesuatu yang berkaitan dengan segala kemampuan manusia tidak terlebas dari
hasil belajarnya. Kata belajar tidak dapat dijauhkan dari kata pendidikan, karena melalui
pendidikan yang mana pendidikan mempunyai pengertian usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Dari sini dapat dimaknai bahwa pendidikan hadir untuk membuat manusia berhati lembut, berbudi luhur, saling
mengasihi antar sesama, serta mampu dan mau menghargai
dirinya sendiri dan orang lain tanpa membeda-bedakan golongan.
Pedidikan
dapat dikatan seperti organisme yang terus berkembang menuju pada kesempurnaan
searah dengan perkembangan jamannya. Pendidikan bukan merupakan komponen yang
berdiri sendiri, melainkan banyak komponen yang melekat padanya, seperti
pendidik atau guru, peserta didik, kurikulum, dan sarana prasarana. Oleh kerana
itu, komponen-komponen ini saling berkaitan untuk meciptakan pendidikan yang
mendidik. Misalnya, komponen pendidik; jika dalam proses belajar mengajar
komponen ini tidak terpenuhi bisa jadi pembelajaran tidak berjalan maksimal,
sebab guru merukan ujung tombak atau sebagai alat utama untuk mentransfer
pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik; begitu ironi jika komponen ini
tidak ada, karena peserta didik merupakan target utama dalam pendidikan.
Selanjutnya sarana prasarana; meskipun berbagai pendapat ada yang mengatakan
bahwa sarana prasana yang kurang memadai masih bisa dilaksanakan proses belajar
mengajar, namun komponen ini sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan
belajar peserta didik. Sekolah yang memiliki sarana prasana yang baik dapat
dipastikan akan jauh berbeda kualitas keluarannya dengan sekolah yang sarana
prasarananya rendah. Komponen berikutnya yang sangat urgen adalah kurikulum.
Komponen-komponen
di atas dapat dikatakan sebagai bagian dari ruang lingkup filsafat pendidikan
islam, yang mana ketika dipelajari, dipahami secara mendalam tentunya dapat
mengantarkan manusia untuk mendapatkan pendidikan yang benar-benar mendidik ,
sehingga antara perkembangan intelektual dan moralnya dapat berjalan beriringan
menuju pribadi insane ulul albab.
Filsafat Sebagai
Dasar Filosofis Pendidikan.
Istilah
filsafat tentunya sudah tidak asing lagi kedengarannya, apalagi di dunia
akademisi dapat dikatakan sebagai menu utama. Istilah ini dipergunanakan di
dalam berbagai konteks, misalnya filsafat Negara, filsafat hidup, filsafat
hukum, filsafat yunani, filsafat india, filsafat jawa, filsafat islam, filsafat
pendidikan dan lain sebagainya. Lantas sebenarnya apa pengertian filsafat itu
sendiri sehingga filsafat dapat melekat pada istilah-istilah lainya dan
bagaimana pengaruhnya, misalnya ketika filsafat melekat pada istilah pendidikan
(filsafat pendidikan)? Apakah hanya bersifat teoritik dan jauh dari kehidupan
manusia ataukah sebaliknya? Beberapa pertanyaan-pertanyaan mendasar ini dapat
digunakan sebagai langkah awal untuk menjelaskan pengertian filsafat dan
bagaiman hubungannya ketika melekat pada istilah lain.
Dalam
bahasa Indonesia kata filsafat berasal
dari bahasa yunani yang terdiri dari dua suku kata, Philein yang artinya
cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, dengan demikian filsafat
artinya cinta kebijaksanaan. Cinta dapat diartikan sebagai hasrat yang besar
atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Sedangkan kebijaksanaan
memilik artian kebenaran yang sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi
dapat ditarik benang merah bahwa filsafat dari segi kata artinya adalah hasrat
atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
Namun
demikian secara umum filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahauan yang
menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran sejati. Dalam hal
ini berarti filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang hakekat. Ilmu
pengetahaun yang menanyakan hakekat atau sari pati atau subtansi dari sesuatu
tersebut. Sehingga jawaban yang diberikan dari cara tersebut adalah kebenaran
yang hakiki. Lebih jauh, filsafat memiliki peranan yang sangat signifikan
terhadap disiplin ilmu lainya, misalnya perpaduan antara istilah filsafat
dengan pendidikan (filsafat pendidikan). Ketika filsafat dikaitkan dengan
pendidikan, berarti pembehasannya adalah apa yang disebut dengan pendidikan,
hakekatnya, komponen-komponennya, serta bagaimana pendidikan yang mendidik?
Tidak berhenti pada pembahasan tersebut, lebih sempurna ruang lingkup filsafat
pendidikan adalah mempelajari, memahami segala sesuatunya yang berkaitan dengan
pendidikan. Menurut Yahya Qahar, filsafat pendidikan juga memiliki pengertian
filsafat yang bergerak di lapangan pendidikan yang mempelajari proses kehidupan
dan alternatif proses pendidikan dalam pembentukan watak, nilai-nilai yang
seharusnya menjadi dasar pendidikan serta pandangan hidup, tujuan pendidikan,
bagaimana seharusnya melihat manusia yang dididik, sistem dan praktek
pendidikan, serta bahan pendidikan itu sendiri yang kiranya mampu membawa
kepada pendidikan yang sempurna.
Setiap
manusia pada dasarnya memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan
potensi-potensi di dalam dirinya, baik potensi yang berkaitan dengan kemampuan
utnuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan duniawi maupun kebutuhan ukhrawi. Tak
ubahnya manusia muslim, yakni manusia yang beragama islam. Untuk memenuhi
kebutuhan duniawi mendorong manusia sebagai hamba Allah untuk mengembangkan
dirinya dalam ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang mendasari
kehidupan yaitu nilai-nilai islam. Kebutuhan ukhrawi mendorong manusia untuk
mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang dengan
Tuhanya, kebutuhana ini sekaligus menjadi dasar yang melahirkan berbagai usaha
agar kegiatan ubudiyahnya senantiasa berada dalam nilai-nilai agamanya.
Selanjutnya ketika kedua kebutuhan tersebut digabungkan akan mendorong manusia
untuk menjadi dirinya sebagai hamba Allah yang utuh dalam ilmu pengetahuan dan
keterampilan, sekaligus menjadi penyemangat dalam melaksanakan atau pengamalan
nilai-nilai agamanya. Yang mana untuk memenuhi kebutuhan-kebutahan tersebut
juga tidak dapat lepas dari proses pendidikan yang memiliki tujuan sebagai perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses
pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun
kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup. Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah mencerdaskan
potensi-potensi spiritual, intelektual, dan emosional setiap individu yang pada
gilirannya berpengaruh terhadap masyarakat luas.
Lantas
bagaimana jika istilah filsafat pendidikan dikaitkan dengan istilah islam
sabagai alat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan di atas. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas bahwa kaitannya dengan filsafat adalah memahami hakekat
sesuatu untuk mendapat kebenaran yang hakiki, dengan demikian filsafat pendidikan
islam adalah mempelajari sedalam-dalamnya nilai-nilai pendidikan islam itu
sendiri secara rasional, sistematis, mendalam, kritis, dan komprehensif. Yang
mana pendidikan islam adalah usaha manusia dewasa muslim yang bertaqwa secara
sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah
(kemampuan dasar) peserta didik melalui ajaran islam kearah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya. Kemampuan dasar atau potensi dinamis dalam
diri manusia tersebut terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan,
akhlak (moralitas), dan pengalamannya. Empat potensi ini menjadi tujuan
fungsional pendidikan islam itu sendiri, oleh karena itu, potensi tersebut
menjadi titik pusat dari lingkaran proses kependidikan islam sampai kepada
tercapainya tujuan akhir pendidikan, yaitu manusia dewasa yang mukmin. Pendidikan
Islam adalah usaha-usaha kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran
agama Islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkat serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya
dijiwai oleh ajaran Islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba
Allah yang berkepribadian demikian. Dari
hal tersebut Filsafat Pendidikan Islam
adalah pemikiran mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan
pendidikan Islam. Dengan demikian secara garis besar filsafat pendidikan
menyumbangkan analisisnya kepada ilmu pendidikan islam tetang hakekat masalah
secara rasional dan mengandung niai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau
petunjuk dalam proses pendidikan.
Hakekat Komponen-Komponen
Pendidikan
Pendidikan
bukan merupakan komponen yang berdiri sendiri, melainkan banyak komponen yang
melekat padanya, seperti pendidik atau guru, peserta didik, kurikulum, dan
sarana prasarana. Oleh kerana itu, komponen-komponen ini saling berkaitan untuk
meciptakan pendidikan yang mendidik
Kurikulum
Dalam pendidikan Islam kurikulum (manhaj) dimaknai
sebagai jalan terang yang dilalui pendidik beserta peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Menurut Ali al-Khawli, pada
hakikatnya kurikulum merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk
mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Kurikulum juga dapat diartikan sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara
filosofis pendidikan nasional melihat bahwa manusia Indonesia merupakan: makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya; makhluk individu dengan segala
keunikan, hak dan kewajibannya; dan sebagai makhluk sosial dengan segala
tangung jawabnya, yang hidup dalam masyarakat yang pluralistik, baik dari
lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup, dan segi kemajuan di Negara
Republik Indonesia yang berada di tengah-tengah masyarakat global yang terus
berkembang dengan segala tantangannya. Sistem pendidikan nasional adalah sarana
formal dalam membentuk manusia Indonesia yang seutuh (manusia yang bertaqwa,
cerdas, terampil, berbudi luhur, dan berkepribadian Indonesia). Dan kaitannya untuk menjadikan peserta didik
sebagai subjek yang tangguh, kreatif, unggul, mandiri, dan profesional, maka
pembangunan dalam pendidikan nasional seharusnya melakukan penyempurnaan terus
menerus baik yang berhubungan dengan kurikulum, format materi, sarana dan
prasarana, maupun sistemnya. Karena kurikulum mencerminkan jati diri suatu
lembaga pendidikan. Oleh karena itu perubahan dan pembaruan kurikulum harus
mengikuti perkembangan. Tujuan kurikulum ini disusun adalah untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, yaitu menciptakan para lulusan yang menjadi manusia
Indonesia seutuhnya.
Menurut
Al-Ghazali,
bahwa kurikulum yang tepat untuk digunakan dalam pendidikan Islam adalah
Al-Qur’an dan Hadist, sebab kedua sumber ini memiliki kandungan ayat-ayat atau
isi yang sangat besar untuk dijadikan pedoman hidup dan Al-Qur’an merupakan
kitab suci bagi seluruh umat Islam. Dan sampai sekarang sangat banyak kita
temui lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan Al-Qur’an dan Hadist.
Menurut analisis penulis, kedua
pelajaran ini menjadi dasar dalam pembentukan akhlak bagi peserta didik yang
mana hal ini tidak jauh berbeda dengan gagasan al-Ghazali tentang tujuan
pendidikan Islam.
Beberapa poin di bawah ini merupakan karakteristik kurikulum
pendidikan Islam: pertama;
Mengutamakan tujuan agama dan akhlak pada
berbagai tujuannya, kandungan, metode, alat, dan tekniknya bercorak agama.
Dalam hal ini bahwa segala sesuatu yang diajarkan dan diamalkan harus
didasarkan pada Al-Qur’an, As-Sunnah dan juga ijtihad dari para ulama. Kedua; Memperhatikan bimbingan dan pengembangan terhadap
segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan
spiritual. Ketiga; Bersikap seimbang di antara berbagai ilmu
yang dikandung dalam kurikulum yang akan digunakan. Maksudnya bahwa ada
keseimbangan antara kandungan di dalam kurikulum dan pengalaman serta kegiatan
pengajaran. Keempat;Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh
mata pelajaran yang diperlukan oleh peserta didik. Dan terakir; Kurikulum yang disusun terus menyesuaikan dengan minat
dan bakat peserta didik.
Secara
filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh pendidikan dalam
upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang
disepakati. Nilai filosofis yang kemudian dijadikan sebagai landasan/ dasar
filosofis pendidikan, memiliki makna bahwa kegiatan pendidikan itu harus
bersumber pada pandangan hidup manusia yang paling mendasar. Oleh karena itu,
di dalam landasan filosofis pendidikan ini hendaknya mengandung nilai-nilai
yang bersumber dari Tuhan dan manusia.
Pendidik
Pendidik adalah orang
yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, dan mensucikan
hati peserta didik sehingga menjadi dekat dengan Sang Khaliq. Dalam pengertian yang
sederhana, guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan
ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa
juga di masjid, di surau atau mushola, di rumah dan sebagainya. Guru memang menempati kedudukan
terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabakan seorang guru
dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin
bahwa figur gurulah yang dapat mendidik peserta didik mereka agar menjadi orang
yang berkepribadian mulia. Guru hendaknya menjaga diri dari hal-hal yang dapat merendahkan martabatnya (muru’ah),
tawadlu dan tidak tama’ terhadap harta dunia. Guru adalah
sosok yang dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik, guru mempunyai
kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian peserta didik menjadi
seseorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan
manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun
bangsa dan negara. Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh
dinas maupun diluar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya
sebagai profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan
kemasyarakatan. Seorang guru harus selalu meningkatkan kemampuan, pengetahuan
dan sikap yang baru dalam performa tugas kewajibannya. Karena guru
memiliki peran sentral dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk
menciptakan output pendidikan yang berkualitas, dibutuhkan guru yang
berkualitas dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan
Peserta didik
Dari
segi bahasa peserta didik adalah peserta didik yang mendapat pengajaran ilmu.
Secara istilah peserta didik adalah peserta didik atau individu yang mengalami
perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam
membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan. Dengan lain kata peserta didik adalah individu yang tengah
mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental
maupun fikiran.
Dari
pandangan pedagogis, manusia diartikan sebagai sejenis makhluk makhluk yang
harus dididik atau makhluk yang harus diberikan ilmu pengetahuan. Sedangkan
dari sudut pandang sosiologis makhluk yang memiliki watak dan memiliki
kemampuan dasar yang dilengkapi dengan insting untuk hidup bermasyarakat, agar
dalam kehidupan bermasyarakat ia bisa bergaul dan berteman. Sementara dari
sudut pandang tauhid manusia adalah makhluk yang beragama. Dalam kaitannya hal
ini jika dikontekkan pada peserta didik, mereka adalah makhluk yang fitrah sehingga
tidak bisa lepas dari faktor lingkungkan, oleh karena itu ia perlu pengetahuan
tentang agama agar ia berkembang dengan baik baik secara fisik dan psikologis dan
bisa memanfaatkan lingkungannya dalam kebaikan bersama.
Sarana
Prasarana
Sarana
prasarana merupakan segala sesuatu yang dapat mendukun terjadinya proses
belajar mengajar, baik berupa gedung maupun yang lainnya. Meskipun berbagai
pendapat ada yang mengatakan bahwa sarana prasana yang kurang memadai masih
bisa dilaksanakan proses belajar mengajar, namun komponen ini sangat besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Sekolah yang memiliki
sarana prasana yang baik dapat dipatikan akan jauh berbeda kualitas keluarannya
dengan sekolah yang sarana prasarananya rendah.
Pendidikan
Islam Sebagai Ruang Belajar.
Kata
“belajar” merupakan kata yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita banyak
melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan gejalah belajar, dalam arti
mustahillah dapat melakukan kegiatan itu, kalau tidak belajar terlebih dahulu.
Belajar juga tidak jauh dari kata “pendidikan”, karena melalui
pendidikan yang mana pendidikan mempunyai pengertian usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Dari sini dapat dimaknai bahwa pendidikan hadir untuk membuat manusia berhati lembut, berbudi luhur, saling
mengasihi antar sesama, serta mampu dan mau
menghargai dirinya sendiri dan orang lain tanpa membeda-bedakan golongan.
Menurut
Skinner, seperti yang dikutip oleh Berlov (1985) dalam bukunya Educational
Psychology: The Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa “belajar”
merupakan suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung
secara progresif. Pendapat ini diperoleh Skinner dari hasil eksperimennya yang
menyimpulkan bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang
optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
Berbeda dengan Hintzman (1978) dalam bukunya The
Psychology Of Learning And Memory, ia berpendapat bahwa “Learning is a
chang in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”.
Dari pendapat Hintzman ini dapat ditarik benang merah bahwa perubahan yang
ditimbulkan dari proses belajar dapat dikatakan sebagai hasil belajar apabila
perubahan tersebut mempengaruhi organismenya.
Belajar
merupan peristiwa sehari-hari di sekolah dan merupakan hal yang kompleks.
Kompleksitas tersebut dapat kita lihat dari dua subyek, yaitu siswa dan guru.
Dari segi siswa, belajar dialami sebagai proses, proses mental dalam menghadapi
bahan pelajaran. Sedangkan dari segi guru, proses belajar tersebut tampak
sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal, maka dari sini kiranya baik siswa
maupun guru sangat berkaitan atau mempengaruhi. Dalam peranannya guru dituntut
untuk lebih kreatif dalam pengajarannya, terlebih dalam pendidikan islam,
seorang pendidik memiliki peranan penuh dalam membentuk peserta didik menjadi
manusia muslim seutuhnya.
Manusia
sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk ciptaan-Nya tentunya memiliki
nilai lebih, yakni akal pikiran dan akal ini selaklu bergolak dan fikir.
Meskipun memiliki akal pikiran, manusia tidak bisa serta merta mampu memanfaat
“keutamaannya” tersebut. Ia harus berusaha untuk memanfaatkan secara optimal
anugerah itu, yakni melalui proses belajar.
Pada
dasarnya manusia itu memiliki bebrapa hakekat, yakni pertama, manusia itu
sebagai makhluk dwi tunggal, artinya anusia terdiri dari dua unsur, yaitu
rohaniah dan jasmaniah. Kedua, manusia sebagai makhluk individu dan social,
sabagai individu, ia mempunyai sifat-sifat yang kas, kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginan untuk berkembang. Sebagai makhluk social, ia memiliki
naluri untuk hidup bersama, berkelompok, bermasyarakat, tolong menolong dan
lain sebagainya. Ketiga, manusia sebagai makhluk berketuhanan yang memiliki
artian bahwa manusia mampu membedakan mana perbuatan yang baik dengan yang
tidak. Untuk memaksimalkan hal di atas manusia perlu memupuknya dengan proses
belajar, sehingga bisa dikatan bahwa dalam proses perjalanannya untuk menjadi
lebih baik manusia tidak bisa terlepas dari proses belajar.
“Belajar”
sangat penting bagi perkembangan manusia, karena perubahan dan kemampuan untuk
berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Dengan
belajar manusia terbebaskan dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah di muka
bumi, bahkan, karena kemampuan berkembang melalui belajar itu manusia secara
bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting
untuk hidupnya. Tidak hanya dalam perkembangannya arti penting belajar bagi
manusia, belajar juga sangat penting bagi kehidupannya, belajar sangat memiliki
andil dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di
tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antra bangsa-bangsa lainya yang
lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, juga tidak
sedikit orang pintar yang menggunakan
kepintarannya untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan
kehidupan orang tersebut.
Meskipun
ada dampak negatif dari hasil belajar, kegiatan belajar lebih banyak memberi
dampak positif. Karena dengan belajar, manusia tidak sekedar mengembangkan
potensi-potensi yang telah dimiliki, melainkan lebih dari itu, misalnya, dengan
Ilmu dan teknologi hasil belajar bisa mmebangun pertahanan dari penindasan,
dari segi moral bisa bertingkah laku dengan baik dan bisa menghargai manusia di
luar dirinya.
Berbagai Pandangan Terhadap Pendidikan Islam.
Banyak ulama-ulama besar atau tokoh-tokoh islam yang memiliki pandangan
tersendiri bagi pendidikan islam, misalnya; al-Ghazali, Ibn Kaldun, M. Natsir,
KH. Hasyim As’Ari dan lain sebagainya. Namun secara garis besar mereka dapat
dikatakan memiliki persamaan dalam merumuskan tujuan pendidikan islam, yaitu
membentuk manusia yang memiliki kepribadian muslim. Sedikit kita paparkan dari
contoh pemikiran al-Ghazali dan M. Natsir.
Menurut pemikiran Al-Ghazali, pendidikan adalah merupakan sarana manusia
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena
pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, sehingga dalam
pembentukan kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dengan
demikian, manusia dapat memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya dengan
melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan alat penentu baik buruknya
akhlak.
Dalam menempuh pendidikan, manusia
(dalam kontek ini adalah peserta didik) harus memiliki rasa tawaduk atau sopan
santun terhadap pendidik agar mendapat ilmu yang bermanfaat dan kemudahan
menuntut ilmu. Ilmu yang pertama kali wajib dipelajari sebelum mempelajari
ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu Al-Qur’an dan Hadist, sebab kedua ilmu ini
merupakan pondasi awal untuk mendapat keimanan guna mendekatkan diri kepada
Allah SWT semata agar kelak mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat yang mana
hal ini merupakan gagasan dari tujuan pendidikan menurut al-Ghazali dan kedua ilmu
tersebut sekaligus menjadi kurikulum yang sempurna bagi pendidikan islam.
Sedangkan
menurut M. Natsir pendidikan adalah bagian dari kekuatan Umat Islam yang harus
senantiasa dijaga, dipikirkan dan diberdayakan. Oleh karena itu kiranya ada
beberapa tempat sebagai basis umat islam yang harus tetap dijaga, yaitu masjid,
kampus, dan pesantren. Dan tempat-tempat tersebut sekaligus juga menjadi basis
pendidikan untuk membangun kekuatan Islam, maka perlu diperhatikan dan
dikembangkan. Karena pada dasarnya tujuan hidup adalah untuk mendekatkan diri
pada-Nya, hal ini juga senada dengan wahyu Allah yaitu “Allah tidak aakan
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahnya”. Dari persepsi ini tak
heran jika Natsir memiliki pandangan bahwa tujuan pendidikan islam harus
mengarah kepada beberapa hal Pertama, pendidikan harus berperan sebagai
sarana membimbing manusia agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani secara sempurna. Kedua,
pendidikan diarahkan untuk menjadikan peserta didik memiliki sifat-sifat
kemanusiaan dengan mencapai akhlak yang sempurna. Ketiga, pendidikan
harus berperan sebagai sarana menghasilkan menusia jujur dan benar ( bukan
pribadi yang hipokrit ). Keempat, pendidikan agar berperan membawa
manusia mencapati tujuan hidupnya, yaitu menjadi hamba Allah Swt. Kelima,
pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam segala perilakunya selalu
menjadi rahmat bagi seluruh alam. Keenam, pendidikan harus benar-benar
dapat meningkatkan sifat-sifat kemanusiaan bukan sebaliknya meniadakan atau
berperilaku menyesatkan yang dapat merugikan orang lain dan lingkungan. Dan
dari sini konsep pendidikan menurut Natsir lebih dikenal dengan Pendidikan
Integral, yaitu pendidikan yang mengkolaborasikan antara ilmu umum dan ilmu
agama.
Penutup
Banyak hal yang bisa dipetik setelah
mempelajari filsafat pendidikan islam, karena cakupan pembahasannya begitu luas
dan mendalam serta mencapai pada relung subtansi dari apa yang dibahasannya.
Namun dapat di tarik menjadi beberapa bagian besar dari beberapa bab yang sudah
dan telah dibahas. Pertama; secara garis besar dengan mempelajari
filsafat pendidikan islam dapat kita ketahui bagaimana seharusnya
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar mampu mengantarkan peserta didik
dengan segala fitrahnya menjadi manusia yang seutuhnya, peka terhadap dirinya,
Tuhannya, dan lingkungannya (ulul albab). Kedua; manusia (termasuk peserta didik) merupakan
makhluk organisme yang terus berkembang, sehingga dalam perkembangannya
diperlukan alat yang mampu mengarahkan pada perkembangan yang lebih baik.
Dengan demikian pendidikan diharapkan mampu menjadi alat yang mampu mengarahkan
perkembangan tersebut, misalnya kurikulumnya menyesuaikan dengan perkembangan
jaman maupun peserta didik dengan tidak
keluar dari koridor hakekat kurikulum itu sendiri. Begitu juga dengan guru atau
pendidik diharapkan mampu memahami subtansi tujuan pendidikan dan memahami
peserta didiknya, sehingga ia mampu menjadi guru atau pendidik yang
professional. Dan bagi peserta didik diharapkan
bisa menjadi peserta didik yang baik, mengetahui etika dalam menuntut
ilmu, bertingkah laku terhadap guru, terhadap teman-temannya, serta terhadap
dirinya sendiri. Ketiga; selain mengetahui beberapa hal di atas (hakikat
pendidikan, kurikulum, guru atau pendidik, dan peserta didik), dengan
mempelajari filsafat pendidikan islam juga diketahui beberapa pemikiran dari
belbagai ulam atau tokoh muslim terhadap pendidikan islam, seperti pemikiran
Ibnu Kaldun yang menitik beratkan bahwa seorang guru tidak boleh menggunakan
kekerasan dalam mendidik peserta didik. Al-Ghazali, yang menilai bahwa
pendidikan itu harus bertujuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada
Allah, sehingga kurikulum yang sempurna adalah kurikulum yang bersandar pada
Al-Qur’an dan Hadist. Dan M. Natsir yang mencoba mengkombinasikan antara ilmu
umum dengan ilmu agama atau lebih dikenal dengan pendidikan integral. Karena
menurutnya pendidikan itu harus memposisikan ilmu-ilmu tersebut memiliki
kedudukan yang sama dan wajib untuk dipelajari.