DINASTI-DINASTI
KECIL Di MASA ABBASIYAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Dinasti-Dinasti
Kecil di Masa Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah mulai runtuh tidak
terlepas dari beberapa faktor, diantaranya persoalan intern, antara al-Ma‟mun
dan al-Amin, dan perpecahan antar suku bangsa Arab dan non-Arab yang melahirkan
gerakan shu’ubiyyah.[1] Faktor
lain karena kebijakan khalifah al-Mu‟tashim
yang mendatangkan tentara dari Turki untuk mengimbangi kekuatan pasukan
Khurasan, menjadi bumerang bagi berlangsungnya pemerintahan Abbasiyah sendiri,[2]
sebelum akhirnya serangan dahsyat Hulagu Khan yang menghancur-leburkan
peradaban Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Selain itu sebab-sebab runtuhnya
Dinasti Abbasiyah[3],
terjadi karena munculnya dinasti-dinasti kecil pada masa Abbasiyah. Arti dari munculnya dinasti-dinasti kecil tersebut
sangat berpengaruh terhadap proses laju kepemerintahan dan keberlangsungan
pemerintah Bani Abbas dan juga memberikan “warna” dan kontribusi cukup besar
bagi Islam. Kontribusi-kontribusi besar yang berupa karya sastra, filsafat, dan
bangunan-bangunan yang mengandung seni arsitektur.[4]
Awal mula dinasti-dinasti kecil
muncul di wilayah timur Abbasiyah dan Afrika bagian utara (barat Abbasiyah).
Pada wilayah barat Abbasiyah, muncul Dinasti Idrisiyah, Dinasti Aghlabiyah,
Dinasti Iksidiyah, Dinasti Thuluniyah, dan Dinasti Hamdaniyah. Di wilayah
timur, muncul Dinasti Tahiriyah, Dinasti Saffariyah, Dinasti Samaniyah, Dinasti
Zaidiyah, dan Dinasti Ghaznawiyah.[5]
Termasuk dinasti-dinasti yang cukup besar hingga mereka mampu menguasai
kekhalifahan
Abbasiyah di pusat cukup lama, yaitu Dinasti Buwaihiyah yang
menganut Syi‟ah Itsna „Asy‟ariyah dan Dinasti Saljuk dari Turki yang Sunni.[6]
Sementara itu faktor geografis
ternyata juga menjadi salah satu factor penyebab munculnya dinasti-dinasti
kecil di lingkungan kekuasaan Abbasiyah. Meskipun kekuatan pasukan Abbasiyah sangat
kuat, senyatanya cukup menyulitkan bagi kekeuatan Abbasiyah karena kondisi geografisnya. Hourani
menggambarkan sekeliling wilayah kekhalifahan Abbasiyah, pada masing-masing
daerah regional, dipisahkan oleh jarak yang jauh. Dipisahkan daerah pegunungan
dan area padang rumput yang luas tanpa pepohonan, yang sangat sulit untuk
ditaklukkan.[7]
Berdasarkan faktor geografis itulah, khalifah Abbasiyah pusat menyerahkan
mandatnya kepada gubernur wilayah yang ditunjuk, untuk mengurusi penarikan
pajak dan menggunakan kewenangannya untuk mengurusi kekuasaan lokal di
daerah-daerah.[8]
Namun, kebijakan itu tanpa disadari memupuk berdirinya dinasti-dinasti kecil
yang lambat laun membesar. Berbekal mandat dari khalifah itulah, para gubernur
wilayah menjadikannya sebagai legitimasi untuk mendirikan dinasti di daerahnya.
Sementara Badri Yatim menguraikan
sebab-sebab lain munculnya dinasti-dinasti kecil tersebut, yaitu kemungkinan
para khalifah Abbasiyah sudah merasa puas dengan besarnya pajak dari gubernur-gubernurnya,
serta penguasa Bani Abbasiyah lebih fokus untuk mengembangkan peradaban dan
kebudayaan, daripada politik dan ekspansi wilayah,[9] darisinilah
Dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan bagi ilmu pengetahuan.[10]
Kesibukan baru untuk mengembangkan peradaban dan kebudayaan itu, memaksa para
khalifah Abbasiyah dengan rela melepaskan daerah-daerah kekuasannya untuk melepaskan
diri, bahkan memerdekakan diri dari pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinasti-dinasti Kecil di Barat
Dinasti-dinasti di bawah ini
merupakan dinasti-dinasti yang berada disebelah barat Abbasiyah.
1. Dinasti Idrisiyah
Dinasti ini didirikan oleh Idris ibn
Abdullah[11]
tahun 785 M, di bagian barat Afrika Utara yang dinamakan sesuai dengan namanya,
Idrisiyah (788-974 M). Ibukotanya adalah Fez yang dibangun diatas reruntuhan
kota Romawi Kuno, Volabulis. Dinasti ini menjadi dinasti beraliran Syi‟ah
yang pertama. Kekuatan mereka dihimpun dari kalangan Berber yang Sunni, karena
mereka terkepung antara Fatimiyah Mesir dan Umayyah Spanyol.[12]
Kota Fez menjadi sebuah kota yang pesat dan menjadi pusat kaum syurfa‟
(jamak dari sharif yang berarti orang mulia), yaitu para keturunan cucu Nabi
Muhammad SAW, al-Hasan dan al-Husayn. Kemajuan ekonomi itu disaranai dengan
pembangunan pelabuhan, yaitu pelabuhan Arasghul. Dinasti ini dilebur oleh
serangan dahsyat yang dipimpin oleh seorang jenderal utusan Khalifah al-Hakam
II dari Kordova.[13]
2. Dinasti Aghlabiyah
Pada awalnya, Khalifah Harun
al-Rasyid mengangkat Ibrahim ibn Al-Aghlab (800 M) sebagai gubernur. Ibrahim
ibn Al-Aghlab merasa puas telah menjadi seorang pemimpin, sebab pejabat
Abbasiyah tidak ada yang menjalankan tugas diluar perbatasan Mesir, sehingga
wilayah tersebut tidak terkontrol oleh pemerintahan Abbasiyah pusat, maka
Ibrahim ibn Al-Aghlab mengambil kesempatan itu untuk mendirikan sebuah dinasti.
Dinasti ini meluaskan wilayahnya hingga ke Eropa dibawah Khalifah Ziyadat Allah
I.[14]
Selain keberhasilan dalam ekspansi wilayah, dibawah kekuasaan Aghlabiyah
terjadi perubahan yang penting, diantaranya kawasan yang dihuni oleh orang
Kristen yang berbicara menggunakan bahasa Latin, berubah menjadi penganut Islam
yang menggunakan bahasa Arab. Demikian pula halnya di bidang pembangunan,
Dinasti Aghlabiyah meninggalkan masjid Kairawan[15],
tempat pendidikan untuk pengembangan keilmuan, dan kota yang bernama Ashr
al-Qadim.[16]
Akhir dari dinasti ini ialah serangan Fatimiyah Mesir yang mengharuskan Ziyadat
Allah III melarikan diri tanpa perlawanan.
3. Dinasti Thuluniyah
Dinasti ini berkembang di wilayah
Mesir dan Suriah, setelah Ahmad ibn Thulun berangkat ke Mesir atas permintaan
khalifah al-Mu‟tamid untuk menanggulangi pemberontakan buruh tambang dari suku
Zanj. Lahirnya Dinasti Thulun, mengubah keadaan negeri yang berhasil
menciptakan kemakmuran. Ibn Thulun membentuk militer kuat untuk mempertahankan
kekuasaan. Dia mempunyai kekuatan angkatan perang yang berkekuatan seratus ribu
tentara, dengan pasukan inti terdiri dari prajurit yang berbangsa Turki dan
budak-budak negro.
Ahmad menaklukan Suriah dengan mudah
887 M, ketika gubernur Suriah meninggal. Mesir memerintah Suriah untuk pertama
kalinya, dan menjadi negara yang berdaulat sejak masa Firaun. Dinasti Thulun
juga mengembangkan sistem irigasi, yang berimbas pada terdongkraknya
perekonomian Mesir.
4. Dinasti Iksidiyah
Dinasti ini didirikan oleh Muhammad
ibn Thughj di Fushtat dan keturunan dari Farghanah yang memperoleh gelar kebangsawanan ala Iran, ikhsyîd
dari Khalifah al-Radi, penguasa Abbasiyah pada 939 M, karena berhasil
mempertahankan wilayah Nil dari serangan Fatimiyah. Tampuk kekuasaan dua anak
lelaki pemimpin Dinasti Iksidiyah dikendalikan oleh Abu al-Misk Kafur, budak
yang dibeli sang ikhsyîd dari seorang saudagar minyak seharga 8
poundsterling. Kafur berhasil mempertahankan Mesir dan Suriah menghadapi
dinasti Hamdaniyah. Budak kulit hitam itu naik pangkat dan meraih tahta
tertinggi. Akhir dari Dinasti Iksidiyah adalah serangan Dinasti Fatimiyah
dibawah pimpinan Jenderal Jawhar, ketika itu Abu al-Fawaris Ahmad, yang berusia
sebelas tahun tidak bisa berbuat apa-apa dan menyerahkannya kepada Fatimiyah.
5. Dinasti Hamdaniyah
Berikutnya adalah Dinasti Hamdaniyah
yang beraliran Syi‟ah. Pertama kali, dinasti itu didirikan di Mesopotamia utara dengan
beribukota Mosul. Mereka adalah keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku Taghlib
dibawah pimpinan Sayf al-Dawlah (Pedang Kerajaan). Penerus kedua, Sa‟id
al-Dawlah mencapai kejayaannya dalam sejarah, karena perhatian dan
kepeduliannya yang besar dalam bidang pendidikan dan sastra. Tokoh-tokoh besar
yang lahir adalah sejarawan dan pemusik yang bernama al-Isfahani, khatib istana.
Kota itu diperindah dengan bangunan-bangunan megah, diantaranya rumah sakit
enam puluh ribu dinar. Selain itu, dibangun pula masjid agung yang mengabadikan
nama Ahmad ibn Thulun, menjadi salah satu monumen keagamaan penting dalam
Islam.
. Dinasti-dinasti Kecil di Timur
Dinasti-dinasti kecil berikut ini adalah
dinasti-dinasti yang bsrdiri di timur nasti Tahiriyah,
1. Dinasti Tahiriyah
Pendiri dinasti ini adalah Tahir bin
Husayn dari Khurasan, orang yang pernah dipercaya oleh al-Makmun untuk
menduduki jabatan jenderal. Tahir bin Husayn diperintah untuk membantu
al-Makmun dalam menyelesaikan masalahnya dengan saudara tirinya, Al-Amin.
Awalnya Al-Makmun memberi kesempatan kepada Tahir untuk memangku jabatan
gebernur Mesir. Meskipun begitu, Dinasti Tahiriyah tetap berhubungan baik
dengan khalifah Abbasiyah. Justru, mereka ikut membantu dalam menjalankan
pemerintahan Bani Abbas.[17]
Dinasti Tahiriyah bertahan di Naisabur sampai tahun 872 M.
2. Dinasti Saffariyah
Ya‟qub
bin al-Layth as-Saffar adalah orang yang mendirikan dinasti ini. Mulanya berada
di Sijistan, yang pada awalnya ketertarikan gubernur Sijistan atas Ya‟qub
yang dijuluki Al-Shaffar (tukang pandai besi) mempunyai perilaku buruk, yaitu
merampok. Oleh sebab itu, gubernur Sijistan mempercayakan wilayah itu untuk
dipimpin oleh Ya‟qub. Akhirnya dinasti ini digantikan oleh Dinasti Samaniyah yang
memperoleh wilayah cukup luas.
3. Dinasti Samaniyah
Samaniyah merupakan keluarga dari
Transoxiana dan Persi, keturunan Saman yang bangsawan dan penganut Zoroaster.
Pendirinya adalah Nashr ibn Ahmad, yang berhasil merebut Khurasan dari Dinasti
Saffariyah pada tahun 900 M.[18]
Dibawah kekuasaan Samaniyah, kaum Muslim berhasil menaklukkan Transoxiana, yang
beribu kota Bukhara, dan kota terkemukanya Samarkand yang hampir mengungguli
Baghdad di bidang seni dan pendidikan.[19]
Pada masa inilah, ilmuwan dan filosof Muslim mempersembahkan karya-karyanya. Al
Razi, mempersembahkan karyanya dalam bidang kedokteran kepada pangeran
Samaniyah. Sementara itu, Ibnu Sina yang masih berusia belasan tahun, dengan
bebas mengakses buku-buku di perpustakaan istana. Tak hanya itu, kebangkitan
sastra Persia juga berkembang.
4. Dinasti Ghaznawiyah
Seorang budak Turki yang yang
disukai dan dihargai oleh penguasa Samaniyah, memulai karir sebagai pengawal,
kemudian naik pangkat menjadi kepala pengawal, dan mencapai puncaknya menjadi
gubernur Khurasan. Setelah hubungan baik itu menjadi renggang, pengawal itu
menuju di suatu tempat yang di perbatasan sebelah timur kerajaan. Pada 962 M,
merebut Ghaznah yang wilayahnya kemudian meliputi Afghanistan dan Punjab.
Pendirinya adalah menantu pengawal tersebut yang bernama Subuktigin.[20]
Kebangkitan Ghaznawi menunjukkan
kemenangan orang Turki melawan Iran dalam perjuangannya merebut posisi
tertinggi dalam Islam.[21]
Namun, kekuasaan Ghaznawi tidak jauh berbeda nasibnya dengan dinasti-dinasti
kecil lainnya. Wilayah-wilayahnya di timur, memisahkan diri dan muncullah
dinasti-dinasti baru.
5. Dinasti Zaidiyah
Dinasti berikutnya yang ada di
sebelah timur adalah dinasti Zaidiyah yang didirikan oleh Hasan bin Yazid, Ia
berhasil menghancurkan kekuatan Yahya bin Amr yang terbunuh ketika merebut
Tabaristan dari kekuasaan Tahiriyah. Berdirinya Dinasti Zaidiyah dilatar
belakangi alasan aliran atau keagamaaan. Dinasti ini merasa tersingkir karena
berkuasanya Dinasti Abbasiyah yang Sunni, bahkan peguasa Dinasti Abbas
menganggap Dinasti Zaidiyah sebagai salah satu ancaman mereka,[22]
karena luasnya wilayah kekuasaan Dinasti Zaidiyah.
Mereka mendirikan aliran Syi‟ah
yang lain, dengan mengangkat imam yang paling pantas dari keluarga Nabi
Muhammad SAW yang mampu untuk melawan peraturan-peraturan yang tidak sesuai
dalam pemerintahan.[23]
Mereka tidak mengakui Muhammad Al Baqir yang dianggap sebagai imam Syi‟ah
yang kelima, tetapi menganggap Zaid, yang seharusnya sebagai imam kelima. Syi‟ah
yang diusung oleh Dinasti Zaidiyah ini ialah Syi‟ah
yang paling moderat dan dekat dengan Ahlus Sunnah. Pada masa Dinasti Buwaihi
yang sedang berkuasa di tubuh pemerintahan Abbasiyah, Dinasti Zaidiyah
mendapatkan angin segar dalam menjalankan aliran yang diyakini oleh mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Hitti, Philip K., History of the Arabs. Terjemahan dari History
of the Arabs; From the Earliest Times to the Present. Penerjemah: R. Cecep
Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi, 2006.
Hourani, Albert. A History of the Arab Peoples. Cambridge,
Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press, 1991.
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007.
Permono, Sjechul Hadi, Islam: Dalam Lintasan Sejarah
Perpolitikan. Surabaya: CV. Aulia, 2004.
Tim Penyusun Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar
Studi Islam. Surabaya: IAIN Press, 2006.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban
Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Grafindo, 2006.
[1] Sentimen antara
orang Arab dan orang-orang dari Persia, Berber, Hamite, dan Turki menyebabkan
hilangnya kualitas dan posisi dominan yang mereka miliki. Semangat juang yang
seharusnya dilakukan bersama-sama, berubah menjadi semangat antar suku dan
menyerang satu sama lain. M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam. (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), 162.
[2] Sjechul Hadi
Permono, Islam dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan. (Surabaya: CV.
Aulia, 2004), 171.
[3] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: Grafindo, 2006), 62-63.
[4] Philip K.
Hitti, the History of the Arabs. Terjemah: R. Cecep Lukman Yasin.
(Jakarta: Serambi, 2006), 570-615.
[5] Philip K.
Hitti, Ibid.
[6]
Philip
K. Hitti, Ibid.............597-609.
[7]
Albert
Hourani, A History of the Arab Peoples. (Cambridge: the Belknap Press of
Harvard University Press, 1991), 38.
[8] Albert
Hourani, Ibid....................
[9] Badri Yatim, Ibid.................
63. Lihat juga Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode
Klasik dan Pertengahan. (Jakarta: Grafindo, 2010).
[10] Tim Penyusun
Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam. (Surabaya:
Sunan Ampel Press, 2006), 137.
[11]
Philip
K. Hitti, Ibid.........570. Idris adalah cicit dari al-Hasan, keturunan
dari „Ali yang ikut dalam salah satu pemberontakan sengit pengikut „Ali di
Madinah terhadap Abbasiyah. Setelah pemberontakan itu, Idris melarikan diri ke
Maroko. Lihat juga Albert Hourani, Ibid.........41.
[12]
Philip K. Hitti, Ibid.............. 571.
[13] Philip K.
Hitti, Ibid...............571.
[14] Berhasil
merebut Italia, Prancis, Korsika, dan Sardinia dikacau-balaukan. Pada 827
mengirim ekspedisi Sisilia Bizantium yang didahului operasi bajak laut. Sisilia
ditaklukan pada 902. Tidak heran, di Athena ditemukan prasasti Kufik yang
menandakan adanya pemukiman Arab.
[15]
Tempat
berdirinya masjid tersebut merupakan tempat suci „Uqbah, pendiri Kairawan.
Masjid ini, Kairawan, dalam pandangan Muslim Barat, menjadi kota suci keempat,
setelah Mekah, Madinah dan Yerusalem (salah satu dari empat gerbang surga).
[16]
Sjechul Hadi Permono, Ibid...........175.
[17] Sjechul Hadi
Permono., Ibid...........180.
[18]
Philip K. Hitti, Ibid.........568.
[20] Philip K.
Hitti, Ibid.........589.
[21] Philip K.
Hitti, Ibid.........590.
[22] Sjechul Hadi
Permono, Ibid...........184.
[23] Albert
Hourani, Ibid..........39.
24 Oktober 2016 pukul 16.10
makalahnya bagus. makasih yah jadi bisa buat belajar :)
salam UNDI LIFE EPISODE