BALUN SEBAGAI CERMIN KEBERAGAMAAN
Mas Upik
Sudah menjadi
sunnatullah bahwa keragaman (pluralitas) merupakan realitas yang tidak dapat
dihindari, baik pluralitas dalam hal agama, etnik maupun budaya masyarakat. Indonesia
dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society). Hal ini dapat
dilihat dari realitas social yang ada, bukti kemajemukan ini juga dapat
dibuktikan melalui semboyan Negara Republik Indonesia, yakni “Bhineka Tunggal
Ika”. Sebagai Negara yang plural, hendaknya warga Indonesia dapat menyadari dengan
adanya perbedaan tersebut.
Jika keragaman
tersebut tidak mampu dimanage dengan baik, maka dapat menjadi sumber konflik
social dengan sensivitas yang tinggi. Contohnya: Pada tanggal
5 Januari 2010
terjadi pengrusakan rumah
ibadah di Jl.
Pahlawan Kelurahan Tanjung Aman, Kotabumi Lampung Utara.Pengrusakan
dilakukan oleh warga yang berjumlah 6 orang dengan melempari gedung yang
dijadikan tempat ibadah dan rumah
seorang pengurus gereja. Akibat penyerangan itu, beberapa kaca rumah serta kaca gedung pecah. Tidak diketahui alasan
persis yang dilakukan oleh warga tersebut,
karena tidak ada penyelidikan lebih lanjut atas peristiwa ini.
Di sekup kecil Jawa Timur, yang nota-bennya
masyarakat beragama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha), keberagaman agama
ini justru berujung pada hilangnya penghargaan terhadap agama lain, atau bahkan
madzhasb lain bagi yang seagama. Sehingga yang terjadi adalah, ekperientasi
keagamaan dengan berbagai bentuknya, seperti terorisme atas nama agama, dan
radikalisme artikulasi agama ke ruang publik. Munculnya beberapa kasus
seperti peristiwa “Ngawi Kelabu”,
tepatnya hari kamis, 29 November 2001. terorisme di Mojokerto, dan bom bali
yang menewaskan lebih dari 202 nyawa, kasus-kasus ini dilandasi atas nama agama
pula.
Kecamatan Kota
Bojonegoro, Kelurahan Ngrowo, masyarakat setempat yang mayoritas warga muslim
menolak dengan adanya bangunan alih fungsi Kantor Gereja Bethany menjadi rumah
ibadah yang sudah sampai pada tahap penyelesaian. Serta di Jombang, Jemaat
Gereja Masa Depan Cerah terus mengeluhkan dengan sulitnya mendirikan tempat
ibadah. Tutur mereka, meski sudah lama mengajukan IMB (ijin mendirikan
bangunan), namun sampai saat ini proses tersebut masih belum selesai. Hal ini
juga dialami oleh Persatuan Gereja Dan Lembah Injil Indonesia (PGLII) yang juga
masih belum mendapatkan IMB. Bahkan akir-akir ini kita dicengangkan dengan
kekerasan yang menewaskan warga Ahmadiah.
Dari sini bisa
dilihat bahwa kesadaran masyarakat terhadap perbedaan masih sangatlah kurang,
harus diakui bahwa perbedaan agama memang ada, tetapi perbedaan itu bukanlah
hakiki, karena yang hakiki adalah persaudaraan di antara umat beragama itu
sendiri.
Desa Balun
merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan
Propinsi Jawa Timur. Dimana desa tersebut memiliki luas wilayah 621.103 Ha.
Dengan setatus penggunaan sebagai berikut: luas persawahan 530.603 Ha, luas
tegal 52 Ha, luas pekarangan 36 Ha, dan laus lain-lain 2,5 Ha. Gambaran tentang
letak desa Balun dapat dilihat dari jarak dengan pusat-pusat pemerintahan.
Jarak dengan pusat kecamatan mencapai 8 Km dan dari pusat Kabupaten 5 Km.
Sedangkan secara keseluruhan batas-batas wilayah desa Balun adalah sebagai
berikut: sebelah utara berbatasan dengan desa Ngajungrejo, sebelah timur desa
Gedong Boyo Untung, sebelah selatan desa Kelurahan Sukorejo, dan sebelah barat
berbatasan dengan desa Tambak Ploso. Desa Balun memiliki keberagaman agama yang
cukup menarik, dengan jumlah penduduk 4.702 jiwa, di desa tersebut terdapat
tiga agama yang di anut oleh masyarakatnya, yakni agama Islam, Kristen, dan
Hindu. Suatu desa yang cukup unik dalam hal agamanya, yang mana tempat
beribadahnyapun berada dalam lokasi yang sangat berdekatan.
Dilihat dari
aspek agama yang dianut, Balun dapat dijadikan cermin pluralism agama. Sebab,
walaupun Islam menjadi agama mayoritas, agama-agama lain tetap mendapat tempat
sebagai keyakinan penduduk Balun, bahkan lokasi tempat ibadahnya sangat
berdekatan. Secara berurutan, agama dan jumlah pemeluknya di desa Balun adalah
sebagai berikut:
Table 1.1
Penduduk Menurut
Agama
No
|
Agama
|
Jumlah
|
1
|
Islam
|
3.585 jiwa
|
2
|
Kristen
|
834 jiwa
|
3
|
Hindu
|
283 jiwa
|
Sementara itu,
Katolik dan aliran kepercayaan tidak dijumpai penganutnya. Meskipun demikian,
kondisi keberagaman masyarakat Balun termasuk dalam kategori dinamis. Hal ini
dibuktikan dengan adanya letak bangunan dari tempat ibadahnya sangatlah
berdekatan (berada dalam satu lokasi), Gereja (tempat ibadah Agama Kristen)
berada di sebelah timur atau depan Masjid yang berjarak sekitar 80 m, sementara
Pure (tempat ibadah Agama Hindu) berada di sebelah selatan atau kanan Masjid
yang hanya dipisahkan jalan dengan lebar 4 m atau dengan bahasa lain jarak
antara Masjid dan Pure hanya berjarak 4 m. Dekatnya tempat ibadah ini memberi
gambaran bahwa agama turut mencerminkan sendi-sendi kerukunan kehidupan
masyarakat Balun. Sebab, selain untuk aktifitas keagamaan, tempat ibadah
seringkali dipakai aktifitas sosial kemasyarakatan.
Meskipun di desa
tersebut cukup beragam agamanya, ternyata masyarakatnya cukup menyadari akan
adanya keberagaman tersebut. Masyarakat Balun sangat menjaga betul gaya komunikasi sesama
warga, saling menghargai, saling menghormati demi mewujudkan suasana keakraban
dan kerukunan ditengah-tengah komunitas yang beragam. Karena menurut mereka
bahwa dalam hal memeluk agama merupakan hak asasi dari masing-masing individu.
Seperti yang di tegaskan oleh Ibu Sumiati “nganut agama kuwi yo wes dadi
urusane dewe-dewe, ojo dipeksone agamo nang wong liyo” (memeluk agama itu
ya sudah menjadi urusannya sendiri-sendiri, jangan memaksakan agama kepada
orang lain), tutur Ibu Sumiati. sehingga dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa menurut warga Balun tidak bisa seandainya di desa tersebut
harus disamakan pada satu agama saja dalam menganut agama.
Bahkan
kelompok Islam, mereka tidak bertindak semena-mena terhadap kelompok yang lebih
minoritas (baca: pemeluk Agama Kristen dan pemeluk Agama Hindu), dan juga tidak
membatasi keterlibatannya dalam kegiatan- kegiatan desa, meski mereka merupakan
kelompok yang paling dominan. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan Ibu Sumiati
yang menyatakan “ terus lek enek kumpulan kuwi yo podo gelem kumpul masio
seng ngundang bedo agomo” (terus kalau ada kumpulan juga pada mau ngumpul
meskipun yang mengundang itu beda agama). Dan hal ini juga depertegas lagi
dengan adanya keterlibatan 2 warga Kristen yang menjadi perangkat Desa Balun
(Bapak Heri Suparno: Urusan Keuangan dan Guwarno: Seksi Ketentraman dan
Ketertiban). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel struktur pengurus Desa
Balun di bawah ini:
Tabel 2.1
Struktur Pengurus
Desa Balun Periode 2009-2013
No
|
Nama
|
Jabatan
|
Agama
|
1
|
Drs. Sudarjo
|
Kepala Desa
|
Islam
|
2
|
Rokhim
|
Sekretaris Desa
|
Islam
|
3
|
Kadi
|
Urusan Umum
|
Islam
|
4
|
Heri Suparno
|
Urusan Keuangan
|
Kristen
|
5
|
Rudi Ardiansyah
|
Seksi Pemerintahan
|
Islam
|
6
|
M. Arif Bathi
|
Seksi Perekonomian dan
Pembangunan
|
Islam
|
7
|
Guwarno
|
Seksi Ketentraman dan
Ketertiban
|
Kristen
|
8
|
Sumitro
|
Seksi Kesejahteraan Rakyat
|
Islam
|
9
|
Saniyah
|
Seksi Pemberdayaan Perempuan
|
Islam
|
Dan juga dapat
dilihat dari sewaktu ada pembagian sembako, yang mana pemerintahan desa Balun
tidak membeda-bedakan latar belakang agamanya dalam memberi bantuan beras,
asalkan mereka tergolong warga kurang mampu tetap mendapat bantuan beras
(sembako). Sebagai umat Islam harus menghargai tempat-tempat peribadatan
non-Islam, karena dalam Islam sangat jelas menyatakan bahwa Allah tidaklah
menciptakan manusia menjadi satu umat saja, seandainya Allah menghendaki itu
merupakan hal sangat mudah bagi Allah, tetapi Allah tidak menghendaki yang
demikian, karena itu Dia memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih
sendiri jalan yang dianggapnya baik, mengemukakan pendapatnya secara jelas dan
bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukannya, yang mana dijelaskan
dalam Al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 93: yang Artinya:“Dan kalau Allah
menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah
menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS Al-Nahl [16]: 93)
Menurut Bapak
Drs. Sudarjo (Kepala Desa Balun) ayat inilah yang dijadikan dalil atau pedoman
masyarakat umat Islam di desa Balun untuk menghargai adanya perbedaan atau
keberagaman agama dan demi menjaga kerukunan di desa tersebut. Sebab
sesungguhnya perbedaan atau keberagaman Agama itu memanglah ada dan bukanlah
hal yang subtansial, karena sebenarnya yang subtansial adalah perbedaan atau
keberagamaan tersebut.
Dan menurut
Bapak Sukambang (Tokoh Agama Hindu) menjelaskan bahwa sebagai kelompok
minoritas sangat mengapresiasi terhadap sikap yang ditunjukakan oleh kelompok
Muslim, tuturnya “ saya sangat bangga mas dengan kebesaran hati warga
muslim di Balun, meski kami kelompok kecil, tapi mereka sangatlah menghargai
kelompok kami, baik di waktu-waktu beribadah ataupun ketika mengadakan
kegiatan-kegiatan lain, ini sudah mulai dari tahun 1967 mas. Jadi sudah
seharusnya bagi kami juga menghormati mereka, bahkan sudah menjadi keharusan
antar sesama untuk saling menghargai dan menghormati”.
Dari sini
dapat kita lihat bahwa meskipun desa Balun cukup beragam agamanya, warga Balun
baik dari kelompok Islam, Kristen, dan Hindu cukup arif dalam menjaga
komunikasi antar warganya, saling tolong menolong dalam kebaikan demi menjaga
suasana keakraban dan kerukunan sehingga tercipta keharmonisan di desa tersebut.
Sebenarnya hal tersebut juga dianjurkan dalam Al-qur’an, yakni Surat Al-Maidah
ayat 2 : yang artinya: “tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan
taqwa”. Dari ayat ini dapat ditarik benang merah bahwa dalam hal tolong
menolong deperintahkan kepada setiap manusia dan tidak seharunya
membeda-bedakan agama. Dan mereka juga saling menyadari bahwa urusan memeluk agama
itu merupakan urusan individu dengan Tuhannya masing-masing.
Andaikan seluruh
umat manusia mampu bercermin terhadap masyarakat Balun, betapa indahnya
kehidupan ini. Kehidupan yang tanpa kekerasan, tanpa saling menyakiti, sehingga
kehidupan ini benar-benar bak Pelangi yang memberi keindahan di langit. Bak
taman bunga yang warna-warni dengan dihiasi kupu-kupu nan cantik. Jika itu
dapat terwujud, merupakan keharmonisan yang luar biasa. Kita hanya bisa berdoa,
berusaha memberikan kesadaran terhadap mereka yang belum memiliki kesadaran
keberagan, dan berharap semoga keharmonisan itu benar-benar terwujud. Wallahu
Alam…
27 Maret 2017 pukul 19.20
terima kasih infonya,,,,